Jumat, 02 April 2010

Filsafat Fajar : Saya lapar maka saya makan (bener2 kajian filsafat, tapi ngawur)

Catatan kecil ini terinspirasi oleh kejadian yang saya alami pagi ini, seperti biasa jam 8 pagi perut saya menunjukan gejala-gejala keeksistensialismeannya sebagai benda biologis (baca:kelaperan), alhasil saya kemudian berimajinasi (imajinasi yang saya lakukan sesuai dengan karakter imjinasi fenomenologis Sartre yang keempat, yaitu imajinasi saya bersifat spontan, kreatif, dan produktif yang pastinya masih tentang makanan) untuk dapat menyantap lontong kari pagi ini namun das sein dan das soleinnya tidak berjalan beriringan, mas-mas yang jual lontong kari ternyata tidak berjualan pagi ini. Dan saya tetap kelaperan.

Dari kejadian tersebut kemudian saya berfikir tentang kemenjadian manusia, esensi dibaliknya, dan saya menemukan bahwa esensi kehidupan manusia adalah makan. Jika Descartes berkata “saya yang sedang menyangsikan segala sesuatu, sedang berpikir, dan jika saya sedang berpikir itu berarti tidak dapat diragukan lagi bahwa saya ada”, maka saya akan menyanggah dan dapat mengatakan bahwa “saya sedang merasakan sesuatu, dan itu mengganggu pikiran saya, itu adalah lapar, dan jika saya kelaparan maka tidak dapat diragukan lagi bahwa saya ada”. Mengapa saya menempatkan lapar ada di atas pikiran, itu karena jika kita lapar maka eksistensi pikiran kita terganggu, bagaimana mungkin kita “ada” kalau “keberadaan” kita sangat mudah digoyahkan oleh lapar dan kehendak untuk makan.

Kembali kita bicarakan mengenai lapar, dalam konteks ini saya akan melakukan pendekatan terhadap Filsafat Arthur Scopenhauer, mengenai kehendak buta, karena menurut saya masalah makan memakan ini sangat dekat dengan filsafat Schopenhauer. Schopenhauer melihat dunia sebagai sekumpulan kehendak-kehendak dan pada tulisan ini saya mengambil dunia sebagai kumpulan kehendak untuk hidup.

Schopenhauer mengatakan bahwa kesadaran dan intelek pada dasarnya hanya merupakan permukaan jiwa kita, dibawah intelek sesungguhnya terdapat kehendak yang tidak sadar, suatu daya atau kekuatan hidup yang abadi, suatu kehendak dan keinginan kuat, “kehendak adalah orang kuat yang menggendong orang lumpuh yang melek”. Orang yang sedang kelaparan kemudian mencari makanan bukanlah sebuah perbuatan refleks dari akal, tetapi sumber dari perbuatan mereka adalah kehendak yang setengah sadar untuk hidup, mereka didorong untuk oleh apa yang mereka rasakan, yaitu rasa lapar, intelek hanyalah menjadi tangan kanan dari kehendak, alam menciptakan akal sebagai untuk melayani kehendak individu, dan ketika kehendak itu berkuasa, maka disitulah manusia itu “ada”, dan dalam konteks ini jika manusia itu lapar kemudian memuaskan laparnya dengan makan maka saat itulah manusia itu “ada”.

Sekian sedikit kajian ngawur dari saya, saya yakin tulisan ini banyak salahnya, jadi mohon maaf dan mohon koreksi dari teman-teman yang bersedia membaca tulisan ga jelas ini. Sekian dan terimakasih.

1 komentar: