Sabtu, 16 Mei 2009

MANUSIA DALAM FILSAFAT

1. Kefilsafatan Tentang Manusia

Untuk apakah kita terlahir sebagai manusia?, pertanyaan itulah yang akan selalu ada dari dahulu hingga sekarang, pertanyaan yang akan selalu terdengar dari saat manusia lahir hingga manusia meninggal. Sesuai dengan tinjauan kefilsafatan tentang manusia, disebutkan bahwa manusia adalah mahluk yang bertanya, dalam hal ini manusia sebagai mahluk yang mempertanyakan dirinya sendiri dan keberadaanya dalam kosmos secara menyeluruh. Atas keingintahuan manusia akan posisinya dalam alam itulah manusia sadar bahwa dirinya adalah seorang penanya. Jika kita merunut jauh kebelakang sebelum manusia mengenal peradaban, persoalan persoalan filsafati sudah menjadi bagian dari kehidupan seorang manusia. Jika kita melihat segi dayanya, manusia memiliki dua macam daya, di satu sisi manusia memiliki daya untuk mengenal dunia rohani, yang nous, intuitip, supranatural, dikarenakan oleh kerjasama yang dilakukan dengan akal (dianoia) menjadikan manusia dapat memikirkan serta memperbincangkan hal-hal yang bersifat rohani. Di lain sisi manusia memiliki daya pengamatan (aesthesis), karena pengamatan yang disertai dangan daya penggambaran atau penggagasan manusia pada akhirnya memiliki pengetahuan yang luas.

2. Pemikiran Filsuf Tentang Manusia

Ada beberapa pandangan para filsuf mengenai manusia, manusia memiliki 2 elemen dalam dirinya, yaitu jiwa dan tubuh, yang keduanya merupakan elemen yang berdiri sendiri, yang satu lepas dari yang lain. Jiwa berada di dalam tubuh layaknya dalam sebuah penjara seperti yang diungkapkan oleh plato (428-348 SM) bahwa tubuh adalah musuh jiwa karena tubuh penuh dengan berbagai kejahatan dan jiwa berada dalam tubuh yang demikian itu, maka tubuh merupakan penjara jiwa. Menurut pemikiran plato jiwa manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu nous (akal), thumos (semangat), ephitumia (nafsu), karena pengaruh nafsu, jiwa manusia terpenjara dalam tubuh. Hanya kematian yang akan melepaskan jiwa dari belenggu tersebut. Lalu Demokritos (460-370) mengajarkan bahwa manusia adalah materi. Jiwapun adalah materi yang terdiri dari atom-atom khusus yang bundar, halis dan licin, oleh sebab itu tidak saling mengait satu sama lain. Demikian juga atom-atom yang berbentuk lain. Namun ada juga aliran yang mengajarkan tentang aliran perpindahan, seperti phytagoras. Phytagoras ( mengajarkan keabadian jiwa manusia dan perpindahanya kedalam jasad hewan apabila telah mati, dan jika hewan tersebut mati maka jasadnya akan berpindah ke jasad lainnya, demikianlah seterusnya. Perpindahan jiwa yang demikian disebut dengan suatu proses penyucian jiwa. Jiwa akan kembali ke tempat asalnya di langit apabila proses penyuciannya telah selesai. Oleh karena kajahatan dianggap telah bersemayam dalam benda, maka tugas manusia adalah membebaskan diri dari pengaruh tubuhnya dengan tidak makan daging, bermusik, tidak mengadakan persetubuhan, dan lainya, paham Pythagoras ini dianut oleh Appolonius dari Tyana.

Tinjauan kefilsafatan tentang manusia di atas menitikberatkan kepada dayanya, akan tetapi pandangan philo yang mempertemukan filsafat helinisme dengan agama yahudi lebih menitikberatkan pada aspek lain. Hal ini tampak jelas dalam pandanganya bahwa dalam strukturnya manusia adalah gambar alam semesta. Akan tetapi manusia sebagai idea yaitu sebagai manusia yang tidak bertubuh, telah ada sejak kekal di dalam logos, jiwa manusia dibedakan antara jiwa sebagai kekuatan hidup (psukhe) dan jiwa yang bersifat akali (nous, dianoia, psukhe logika). Jiwa sebagai kekuatan hidup berada di dalam darah dan tidak akan binas. Jiwa yang bersifat akali atau nous adalah jiwa yang lebih tinggi, yang bersifat illahi. Sebelum manusia dilahirkan jiwanya sudah ada. Jiwa ini tidak dapat binasa, ia memasuki tubuh dari luar, di dalam tubuh jiwa itu terpenjara. Oleh karena itu hidup didalam dunia adalah sebuah kejahatan. Kematian mewujudkan suatu kebebasasn, dimana orang dibangkitkan kepada hidup yang sejati dan kepada kebebasan. Dalam hal ini philo ingin menyebutkan bahwa tujuan hidup manusia ialah menjadi sama dengan Illah, adapun caranya adalah dengan menahan diri dari dunia dan segala nafsu, menentang perangsang yang datang dari luar dan mengarahkan diri kepada dirinya saja.

Namun saya punya pandangan lain tentang manusia, Manusia adalah jiwa dan raga (tubuh) yang satu, keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yanglain. Jika ada jiwa tanpa tubuh, maka ia hanya dapat disebut sebagai ruh, dan jika ada raga tanpa jiwa maka ia hanya dapat disebut dengan mayat. Jiwa itu bagaikan seorang pemimpin, dan raga adalah fasilitatornya. Sebuah jiwa akan berarti menjadi seorang manusia apabila ia memiliki raga yang akan dikendalikanya, begitupun sebaliknya raga akan berarti menjadi seorang manusia apabila ia memiliki jiwa yang mengendalikannya. Kesatuan antara jiwa dan raga itu merupakan wujud keutuhan seorang manusia yang sejati, hal itu mutlak sifatnya dan tidak kekal. Tujuan manusia adalah mencapai sebuah tempat tertentu setelah kematian yang disebut dengan surga, untuk dapat mencapai tahapan tersebut manusia haruslah menjauhi hal-hal yang tidak baik seperti Mencuri, membunuh, Merendahkan orang lain, dan sebagainya. Selain itu manusia juga harus melskukan hal-hal yang baik baik terhadap sesama manusia dan alam sekitarnya. Aturan-aturan mengenai hal yang baik dan hal yang buruk tersebut merupakan sebuah komitmen antara manusia dengan Tuhan. Bisa dibilang tujuan akhir manusia adalah sebuah kebahagiaan yang abadi, tanpa ada lagi akhir dari kebahagiaan tersebut. Pendapat ini hampir serupa dengan pemikiran Thomas Hobbes, menurut Thomas Hobbes manusia tidak lebih pada suatu bagian alam bendawi yang mengelilinginya, oleh karena itu maka segala sesuatu yang terjadi padanya dapat diterangkan dengan cara yang sama dengan cara menerangkan kejadian-kejadian alamiah, yaitu secara mekanis. Dengan kata lain manusia hidup selama darahnya beredar dan jantungnya bekerja, yang disebabkan pengaruh mekanis dari hawa atmosfir. Hidup manusia adalah gerak anggot-anggota tubuhnya. Aristoteles pun berpikiran serupa bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Tubuh dan jiwa hanya merupakan dua segi dari manusia yang satu, tubuh adalah materi dan jiwa adalah bentuk. Manusia merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, maka pada saat manusia mati, maka kedua-duanya akan mati. Itu berarti jiwa manusia tidak abadi. Namun aristoteles berpikiran bahwa tidak ada kehidupan setelah mati, jadi kematian adalah akhir dari segala-galanya.

Pemikiran para filsuf tentang manusia terus berkembang, akan tetapi didalam perkembangan tersebut tidak dapat disimpulkan tenalitasnya, terutama yang menyangkut kesempurnaan pemikiranya. Perkembangan pemikiran tentang manusia menunjukkan adanya upaya yang terus-menerus untuk menemukan hakikat manusia. Hal ini berarti ingin dicapai pengertian yang mendalam dan radikal tentang manusia.

BAB 2

DIMENSI MANUSIA

1. Kebahagiaan dan Penderitaan

Menurut Fichte, manusia secara prinsipil adalah mahluk yang bersifat moral yang didalamnya mengandung suatu usaha. Disinilah manusia perlu menerima dunia luarnya. Sikap seperti ini dapat menjadikan manusia menyadari dirinya sendiri dan usaha untuk membatasi dirinya sendiri dari masyarakat luas. Karena itulah manusia disebutr sebagai mahluk sosial, mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri, selalu membutuhkan orang lain untuk melangsungkan kehidupanya. Hidup akan menjadi sebuah penderitaan apabila dunia dipandang sebagai suatu keinginan sebab pemuasan keinginan sangat terbatas, sedangkan kehendak tidak terbatas. Inilah sebab timbulnya pandangan bahwa kenyataan hidup merupakan penderitaan. Manusia dapat menikmati kebahagiaan apabila penderitaan tidak dialaminya. Dan penderitaan itu sendiri datang ketika kehendak kita tidak terpenuhi, rasa kekecewaan yang timbul akan menjadi belenggu kita untuk merasakan kebahagiaan. Apabila seseorang ingin merasakan kebahagiaan maka belenggu kehendak harus dilepaskan dari perbudakan kehendak seseorang.

2. Eksistensi Manusia

Karl marx berpandangan lain dengan filsuf sebelumnya, akan tetapi dalam aspek-aspek tertentu pandangan tersebut sama. Hakikat pemikiran para filsuf tentang manusia pada umumnya mengacu kepada hakikat manusia itu sendiri. Apabila pemikiran tersebut menyangkut masalah kemampauan dan makna hidup serta eksistensinya, maka untuk menyelesaikan masalah tersebut tidak terlalu mudah.

Menurut Kerkeegard, pertama-tama yang penting bagi manusia adalah keadaanya sendiri atau eksistensinya sendiri. Akan tetapi harus ditekankan, bahwa eksistensi manusia bukanlah suatu “ada” yang statis, melainkan suatu “menjadi”, yang mengandung didalamny suatu perpindahan, yaitu perpindahan dari “kemungkinan” ke “kenyataan”. Atau merubah sesuatu yang sebelumnya hanya bersifat abstrak menjadi nyata. Dengan kata lain eksistensi berarti : Berani mengambil keputusan yang menentukan hidup. Maka barangsiapa tidak berani mengambil keputusan, ia tidak bereksistensi dalam arti sebenarnya. Tiap eksistensi memiliki cirinya yang khas. Kierkegard membedakanya adanya 3 bentuk eksistensi, yaitu : bentuk estetis, bentuk etis dan bentuk religius.

Kaum eksistensialis terus berpikir tentang manusia. Dalam hal gabriel marcel (1889-1973) menegaskan bahwa manusia tidak hidup sendirian, tetapi bersama-sama dengan orang lain. Tetapi manusia adalah makhluk yang menjadikan manusia dapat mentransendir dirinya sendiri, dapat mengadakan pemilihan, dengan mengatakan “ya” atau “tidak”, terhadap segala sesuatu yang dihadapinya.

Pandangan filsuf mengenai manusia menggambarkan betapa manusia hadir sebagai mahluk yang multi dimensi. Dalam hal ini manusia sebagai mahluk individu benar-benar berdiri kokoh dalam kemandirianya. Demikian pula manusia sebagai mahluk sosial senantiasa mengatur dengan kehidupan kehidupan masyarakat yang beraneka ragam. Keberadaan manusia sangat akrab dengan alam sekitarnya yang tidak mengangkat manusia, melainkan mengangkat benda-benda fisik lainya. Para filsuf yang telah menunjukan kemampuanya untuk menerobos ruang batas yang amat sulit tentang manusia, pada akhirnya sampai kepada tingkat pemikiran bahwa terlepas dari dimensi-dimensi tersebut di atas jelaslah bahwa pada hakikatnya adalah makhluk ciptaan tuhan.

BAB 3

PAHAM TENTANG MANUSIA

Pandangan tentang manusia didalam pemikiran filsafat berkisar pada 4 kelompok besar, yaitu :

  1. Materialisme
  2. Idealisme
  3. Rasionalisme, dan
  4. Irrasionalisme.

1. Materialisme

Materialisme telah diawali sejak filsafat yunani yakni sejak munculnya filsuf alam Yunani, kemudian kaum Stoa dan Epikurisme. Paham ini mulai memuncak pada abad ke-19 di eropa. Materialisme ekstrim memandang bahwa manusia adalah terdiri dari materi belaka. Lamettrie (1709-1751) sebagai seorang pelopor materialisme berpandangan bahwa manusia tidak lain daripada binatang, binatang tak berjiwa, material belaka.

2. Idealisme

Idealisme adalah kebalikan dari materialisme, kalau pandangan materialisme didasarkan atas material, jadi yang berubah-ubah dan tidak kekal, yang hilang sesudah hidup ini hilang, maka aliran yang disebut idealisme ini dalam pandanganya terhadap manusia memangkalkanya pada yang umum, yang tidak berubah-ubah, abadi, yang masih terus ada sesudah hidup ini habis. Dalam pandangan ini semuanya membedakan manusia dari binatang, bukanlah manusia itu material belaka, tetapi adalah bagianya yang lain, yang bukan material dan bersifat lain dari yang material itu. Dalam idealisme terdapat beberapa corak, yaitu : idealisme etis, idealisme estetik, dan idealisme hegel.

3. Rasionalisme

Pandangan rasionalisme dipelopori oleh Rene Descarles, ia menyatakan dengan tegas bahwa manusia itu terdiri dari jasmaninya dengan keluasanya (extensio) serta budi dengan kesadaranya. Kesadaran ini rohani dan yang bertindak itu adalah budi. Seperti pengetahuan dan pengenalan, pengetahuan yang benar itu datangnya dari kesadaran. Hubungan anatara jiwa dana badan adalah sejajar, tapi bukanlah merupakan sebuah keatuan. Dari renungan rasionalisme ini muncul paham panteisme, yitu spinoza.

4. Irrasionalisme

Kalau rasionalisme adalah sebuah pandangan berdasarkan atas rasio atau sekurang-kurangnya amat mementingkan arti rasio dalam kemanusiaan irrasionalisme belum tentu mengingkari rasio atau mengabaikan adanya rasio itu serta artinya bagi manusia. Yang dimaksud dengan pandangan manusia yang irrasionallistis ialah pandangan-pabdangan :

  1. Yang Mangingkari adanya adanya rasio
  2. Yang kurang menggunakan trasio walaupun tidak mengingkarinya, dan
  3. Terutama pandangan yang mencoba mendekati manusia dari pihak lain serta, kalau dapat dari keseluruhan pribadinya.

Jadi, penggolongan filsafat manusia dalam rasionalisme-irrasionalisme bukanlah penggolongn yang lain sekali dari penggolongan idealisme-materialisme pandangan ini hanyalah pandangan dari sudut lain. Dngan demikian semua aliran materialisme harus dimasukan ke dalam irrasionalisme. Hal ini dapat dibuktikan dalam gagasan-gagasannya menjadi manusia.

BAB 4

KESIMPULAN

Manusia memang memiliki akal yang tidak ada bataasnya, seperti yang terlihat pada pembahasan tentang manusia pada halaman sebelumnya begitu banyak pandangan-pandangan para filsuf tentang manusia. Namun jika kita cermati tidak ada kesepakatan bulat dari para filsuf mengenai hakikat manusia, dari hal tersebut dapat diambil beberapa hal mengapa tidak ada suara yang sama dari para filsuf mengenai manusia, secara tidak langsung para filsuf mengungkapkan hakikat manusia berdasarkan latar belakang dan ego dari para filsuf itu sendiri. Namun secara garis besar dapat diambil 2 garis besar mengenai hakikat manusia tersebut.yang pertama, Manusia adalah ragawi yang didalamnya terdapat jiwa, raga adalah sebagai bentuk gerak kehidupan dari seorang manusia, sedangkan jiwa adalah tempat akal dan budi yang membuat manusia dapat berpikir dan merasakan kehidupan yang ada disekitarnya, jiwa inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainya seperti binatang atau benda mati. Manusia sebagai sebuah satuan yang kompleks tentu tidak dapat berdiri dengan sendirinya, seperti benda yang diciptakan oleh manusia, benda itu butuh bantuan manusia agar dapat terangkai menjadi sebuah benda. Begitupun manusia yang butuh kekuatan diluar dirinya untuk dapat menjadi manusia, atau yang disebut dengan kekuasaan tuhan.

Garis besar yang kedua adalah yang ekstrem. Pandangan itu menyebutkan bahwa kita sama saja dengan binatang, hanya material belaka, dan manusia pun memiliki jiwa kebinatangan, derajat manusia lebih tinggi hanya karena menyandang nama manusia.

Sebagai manusia layaknya kita bijak menanggapi berbagai pendapat tersebut, karena apapun bentuknya, itu merupakan bagian dari sejarah ilmu pengetahuan manusia.



Dari berbagai Sumber

Makanan Dalam Perspektif Kebudayaan

Setelah membaca artikel yang ditulis oleh bapak Rimbo Gunawan saya menemukan sebuah fakta baru yang sangat menarik, Ternyata apa yang kita layak sebut sebagai “makanan” oleh diri kita adalah sebuah pandangan berdasarkan etnik dan proses agar suatu bahan makanan dapat diterima dalam masyarakat membutuhkan waktu yang panjang dan melewati berbagai aspek kehidupan manusia. Makanan kemudian dibagi lagi menjadi 5 klasifikasi :

Makanan versus bahan makanan

Dalam kategori ini kategori makanan yang layak dimakan tergantung kepada kebudayaan masyarakat tersebut.

Makanan sakral versus makanan profan

Dalam kategori ini makanan dibagi menjadi makanan yang ”halal” dan ”haram”, dan hal itu harus mendapatkan pengesahan religi.

Klasifikasi pararel makanan

Dalam kategori ini adalah mengenai makanan sebagai penjaga keseimbangan dalam metabolisme tubuh, dalam hal ini makanan dibagi menjadi makanan panas dan dingin.

Makanan sebagi obat dan obat sebagai makanan.

Makanan punya dualisme fungsi disini sebagai obat dan juga sebagai makanan. Dan penggunaanya dapat terpisah ataupun secara bersamaan.

Makanan Sosial

Menjaga relasi sosial dan dengan kekuatan supranatural merupakan fungsi dari makanan sosial, selain itu kekhidmatan juga dapat dibangun oleh makanan sosial.

Apa yang bisa dipelajari

Makanan adalah sebuah hasil dari kompleksitas berbagai macam aspek kebudayaan yang akhirnya meloloskan satu bahan makanan yang kemudian kita layak anggap itu sebagai ”makanan”

Islam dan Pluralisme

Pengantar

Pluralisme masih sering dipahami secara keliru, yang seringkali terjadi adalah pandangan bahwa semua agama yang berbeda itu sebagai sebuah kesamaan, Namun sebagian pluralis menilai paham ini ''hanya'' sekadar mengakui keberagaman orang lain, termasuk dalam beragama, tapi tidak harus setuju. Sikap seorang pluralis itu tidak serta-merta diterjemahkan sebagai toleran terhadap ajaran dan pemeluk agama lain, melainkan sekadar penghormatan. Dalam konteks kebangsaan, atau keindonesiaan, sikap saling menghormati menjadi wacana yang amat penting di tengah keberagaman masyarakat Indonesia. Bahkan, keberagaman menjadi bagian paling fundamental serta inhern dengan hak asasi manusia. Apalagi dalam kehidupan modern, hampir tidak ada kelompok masyarakat yang anggotanya homogen. Meski dalam kelompok kecil, mereka selalu terdiri atas masyarakat yang majemuk, baik mengenai suku, bahasa, warna kulit, agama, atau sebagainya.

Keberagaman merupakan hukum Allah (sunatullah) yang siapa pun tidak bisa menolaknya. Banyak faktor yang bisa dikemukakan mengenai kemajemukan umat manusia. Ibnu Khaldun pernah menganalisa kemajemukan manusia dari pengaruh alam dan cuaca, dengan membaginya dalam berbagai zona.

Pandangan Islam

Bagaimana pluralisme dalam pandangan Islam?, Dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleransi kepada pemeluk agama lain adalah mutlak untuk dijalankan. Namun bukan berarti beranggapan bahwa semua agama adalah sama, artinya tidak menganggap bahwa Tuhan yang kami sembah adalah Tuhan yang kalian sembah. Pluralisme, yang di kalangan umat muslim Indonesia masih sebatas wacana dan kurang dipraktikkan dalam kehidupan nyata, sebenarnya dikupas cukup banyak dalam Al Quran maupun hadis. Seperti pada Surat Al-Hujurat: 13,


Artinya : “Wahai manusia, Sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku bangsa agar kalian saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”, Kemudian selanjutnya pluralisme disinggung pula dalam QS Yunus: 99, ''Jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang berada di muka bumi ini seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman?''.

Hal senada juga terdapat dalam QS An-Nahl: 93, ''Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat saja. Tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang kamu perbuat''. Jadi, kehendak untuk menciptakan keberagaman bukan datang dari manusia, melainkan justru datang dari Tuhan, dengan segala maksud dan tujuan-Nya. Apabila semua orang memeluk Islam, atau sebaliknya jika semuanya bukan Islam, bagaimana konteks ''Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku'' (QS Al-Kafirun: 4)?.

Tanpa keberagaman, tidak bisa dibayangkan bagaimana bentuk kehidupan dunia. Yang akan terjadi hanya kejenuhan, stagnan, kebosanan, bahkan kehancuran. Homogenitas yang dikembangkan sistem komunis pun terbukti hancur. Apabila semua orang kaya, siapa yang bisa menjalankan rukun Islam keempat (zakat), karena tidak ada lagi fakir-miskin?. Dalam sejarah pun, Nabi Muhammad telah memberi teladan mengenai bagaimana hidup bersama dalam keberagaman. Di Madinah, Rasulullah punya tetangga seorang Yahudi. Ketika menyembelih kambing, Nabi mengirim daging yang sudah dimasak kepada orang Yahudi tadi. Komunitas di luar Islam, sepanjang berperilaku baik dan tidak memusuhi Islam, harus diperlakukan secara baik pula. Fanatisme dalam beragama tidak harus menghilangkan sikap saling menghormati dengan umat beragama lainnya. Kesadaran ini juga berlaku dalam menyikapi berbagai aliran dalam suatu agama, apakah Islam, Nasrani, Hindu, dan sebagainya.

Melihat contoh-contoh di atas, mestinya tak ada keraguan sedikit pun bahwa Islam secara doktriner adalah agama yang sangat toleran dan melihat pluralisme sebagai suatu sunatullah mesti didorong atas dasar saling memahami, dan menghargai

Masyarakat Islam

Islam merupakan sistem kehidupan untuk mendatangkan kebaikan bagi seluruh umat manusia. Allah SWT telah menurunkan Islam untuk mengatur tata kehidupan manusia, baik Muslim maupun non-Muslim. Hal ini didasarkan pada perintah Allah SWT. Dalam sistem Islam, warga non-Muslim harta, jiwa dan kehormatan mereka dilindungi. Di dalam Islam, umat lain akan mendapatkan perlindungan yang penuh dari negara, dengan jaminan kebutuhan hidup; sandang, papan dan pangan yang sama, juga jaminan kesehatan, pendidikan dan keamanan. Bukankah Rasul sendiri pernah mengatakan (yang artinya): Siapa yang menzalimi non-Muslim yang telah melakukan perjanjian atau meremehkannya, membebaninya di luar batas kemampuan, mengambil sesuatu tanpa kerelaannya, maka aku menjadi musuhnya pada Hari Kiamat[1]. Karenanya, syariah Islam yang diterapkan oleh Khilafah mengharuskan pencegahan atas adanya penindasan, penghinaan, penyiksaan dan pengusiran, baik dilakukan oleh sesama warga maupun oleh negara.

Berkaitan dengan akidah, warga non-Muslim dibiarkan untuk memiliki keyakinan mereka masing-masing. Tidak boleh ada paksaan dalam keyakinan dan peribadatan; mereka boleh menganut Islam dengan sukarela dan atas pilihannya, seperti yang difirmankan oleh Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 256 : Tidak adapaksaan dalam agama. Sesungguhnya, telah jelas jalan yang benar dari yang sesat. Karena itu, barangsiapa ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat dan tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui

Sementara itu, dalam masalah hukum, ada aturan yang menjadikan Islam sebagai syarat penerapannya, namun ada pula yang tidak mensyaratkan Islam. Shalat, zakat, haji, puasa, dan sebagainya merupakan hukum yang mensyaratkan keislaman. Dalam hal-hal tersebut, hukum Islam hanya berlaku bagi kaum Muslim saja. Warga non-Muslim tidak boleh dipaksa untuk menunaikannya. Sebaliknya, mereka dipersilakan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya; termasuk di dalamnya hal-hal yang bersifat pribadi seperti pernikahan, tatacara mewarisi, boleh poligami atau tidak, perceraian, pakaian, dan hal-hal sejenis yang dipandang sebagai bagian dari akidah agamanya. Semua itu menjadi hak warga non-Muslim untuk menjalankannya sesuai dengan aturan agamanya masing-masing. Dalam pemerintahan Islam kaum Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dll dijamin untuk menjalankan ibadah dan ritual keagamaan tanpa adanya gangguan dari siapapun. Dengan kata lain, hal-hal yang terkait dengan porsi agamanya, mereka diperkenankan untuk melaksanakan ajaran agamanya itu. Dalam persoalan ini mereka tidak boleh dipaksa untuk melaksanakan syariah Islam.

Islam dan Sekulerisme

Secara etimologi sekularisme berasal dari kata saeculum (bahasa latin) yang memiliki arti waktu tertentu atau tempat tertentu. Atau lebih tepatnya menunjukkan kepada waktu sekarang dan di sini, dunia ini. Sehingga, sungguh tepat jika saeculum disinonimkan dengan kata wordly dalam bahasa inggrisnya. Maka sekularisme secara bahasa bisa diartikan sebagai faham yang hanya melihat kepada kehidupan saat ini saja dan di dunia ini. Kebebasan yang salah kaprah itu mengantar orang kepada tindakan kontraproduktif seperti pelanggaran aturan hukum, sampai pelanggaran akidah agama. Benar, agama masuk wilayah pribadi yang tidak seorang pun berhak mencampuri. Namun kehidupan sekuler yang tidak pandang bulu ini, membuat agama terpinggirkan. Karena itu pemuka agama sendiri menyatakan sekulerisme bertentangan dengan prinsip Islam.

Pegang teguhlah Islam sebab Islamlah yang menjamin tegaknya moralitas, memperbaiki perilaku dan mengantarkan setiap jiwa meraih kebaikan. Komitmen terhadap agama akan membawa umat menghayati nilai luhur kemanusiaan yang tidak ditemukan dalam kehidupan sekuler. Terlebih, bila berbicara soal prinsip di mana Allah SWT dengan fiqih muamalat sebagai hasil rumusan penemuan fuqaha dengan mengacu syariat, pilar, tujuan dan batasannya, tidak bisa lain kecuali harus melaksanakannya secara konsisten.

Jika berbicara tentang kebebasan sebagai lawan 'penghambaan' (ubudiyyah), kebebasan tersebut bukanlah kebebasan menurut versi kaum sekuler dan penganut paham materialis yang cenderung pada hal-hal yang diharamkan agama, tetapi kebebasan yang dikendalikan dan dibatasi dengan batasan Allah. Dan Allah SWT berfirman; "Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna ..." (QS 11:15), "Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan dunia lebih daripada akhirat ..." (QS 16:107), "Ada pun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal-(nya)" (QS 79:37-39).



Dari berbagai sumber


Masyarakat peranakan Eropa di Minahasa

1. Awal Masuknya Bangsa Eropa ke Minahasa

Pengenalan tanah Minahasa oleh bangsa-bangsa Barat diawali dengan kedatangan musafir Spanyol pada 1532. Bermula sejak bandar Malaka didatangi kapal-kapal Portugis pimpinan D'Abulquergue pada 1511 membuka jalur laut menuju gugusan kepulauan Maluku. Jalur ini kemudian baru dimapankan pada 1521. Sebelumnya kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand Magelhaens merintis pelayaran dalam usaha tujuan serupa yang dilakukan Portugis. Bedanya jalur ini dilakukan dari ujung benua Amerika-Selatan melintasi samudera Pasifik dan mendarat di kepulauan Sangir Talaud di laut Sulawesi.

Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada 1543, Spanyol menjadikan pulau Manado Tua sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari pulau tersebut kapal-kapal Spanyol memasuki daratan Sulawesi-Utara melalui sungai Tondano. Hubungan musafir Spanyol dengan penduduk pedalaman terjalin melalui barter ekonomi bermula di Uwuran (sekarang kota Amurang) ditepi sungai Rano I Apo. Perdagangan barter berupa beras, damar, madu dan hasil hutan lainnya dengan ikan dan garam serta Gudang Kopi.

Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena kesuburan tanahnya dan digunakan Spanyol untuk penanaman kofi yang berasal dari Amerika-Selatan untuk dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu di-bangun Manado sebagai menjadi pusat niaga bagi pedagang Cina yang memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado dicantumkan dalam peta dunia oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi daya tarik masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi ekspor masyarakat pedalaman Minahasa. Para pedagang Cina merintis pengembangan gudang kofi (kini seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah pecinan dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur dan berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat pluralistik di Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan Belanda.

Kemunculan nama Manado di Sulawesi Utara dengan berbagai kegiatan niaga yang dilakukan Spanyol menjadi daya tarik Portugis sejak memapankan posisinya di Ternate. Untuk itu Portugis melakukan pendekatan mengirim misi Katholik ke tanah Minahasa pada 1563 dan mengembangkan agama dan pendidikan Katholik.

Sebenarnya kedatangan Portugis ke Minahasa adalah kehendak kesultanan Ternate yang waktu itu berada dibawah kepemimpinan Sultan Hairun yang mengklaim bahwa Sulawesi-Utara sebagai fazal ekonomi kesultanan yang diganggu Spanyol. Sultan Hairun juga menggunakan kekuatan Portugis untuk "menjinakkan" masyarakat "Alifuru" yang tidak ingin tunduk kepada kepemimpinan kesultanan Ternate.

Kedatangan para musafir Portugis diterima dengan tangan terbuka oleh penduduk setempat, tetapi tidak disenangi Spanyol, karena menjadi saingan. Dilain pihak penduduk setempat tidak menyenangi Spanyol karena sering membuat onar, apalagi merusak sentra-sentra budaya masyarakat pedalaman. Persaingan Spanyol dengan Portugis memuncak hingga Minahasa menjadi ajang konflik. Pertikaian berakhir dan Spanyol memperoleh konsesi di Sulawesi Utara ketika Spanyol dan Portugis menjadi kesatuan dibawah kepemimpinan raja Spanyol pada 1580.

Simon Kos, seorang Belanda, pejabat VOC di Ternate pada tahun 1630 memasuki tanah Minahasa dibawah pengaruh Spanyol. Kos melaporkan hasil perjalanannya kepada Batavia yang waktu itu menjadi pusat pemerintahan dibawah kekuasaan persekutuan dagang, ‘Verenigde Oost-Indiesche Compagnie.” Kos melaporkan bahwa Sulawesi Utara cukup potensial, baik lahan maupun posisi letaknya strategis sebagai jalur lintas rempah-rempah dari perairan Maluku menuju Asia-Timur. Lagi pula jalur lintas niaga laut lebih tenang bagi pelayaran kapal-kapal kayu dibanding melalui Laut Cina Selatan. Kos melaporkan bahwa kehadiran Spanyol di Laut Sulawesi hingga perairan Maluku Utara merupakan ancaman bagi kepentingan niaga VOC bila ingin menguasai gudang rempah-rempah kepulauan Maluku.

Laporan Simon Kos mendapat perhatian dari Jan Pieter Zoon Coen, Gubernur-Jendral VOC di Batavia yang ingin mengusir Spanyol dari kepulauan Maluku Utara guna melakukan monopoli. Usaha perluasan pengaruh di Laut Sulawesi memperoleh peluang bagi VOC terjadi disaat penduduk Minahasa berjuang menghadapi kolonialisme Spanyol. Minahasa mengalami rawan sosial, dan wanita setempat menjadi korban pemerkosaan dari para musafir Spanyol.

Masa itu VOC memperoleh dukungan dari pemerintahannya yang dilanda trauma kolonialisme Spanyol di Eropa Utara, termasuk Belanda. Invasi itu menyebabkan Belanda perang kemerdekaan di pertengahan abad ke-16 yang mashur dengan sebutan Perang 80 tahun. Spanyol kalah, dan kekalahannya berlanjut hingga Asia-Timur dan Asia-Tenggara serta kawasan Pasifik Barat-Daya. Selain dengan Spanyol, Belanda juga memusuhi Portugis yang juga menjadi saingannya dalam usaha perluasan koloni. Yang terakhir ini juga berlomba adu pengaruh dengan Spanyol memperebutkan gudang produksi rempah-rempah di Maluku sebelum pembentukan pemerintahan gabungan Portugis-Spanyol pada 1580.

Pada waktu itu tempat bermukim masyarakat pendatang dari spanyol terletak disebuah daerah yang disebut dengan Kema, nama Kema dikaitkan dengan pembangunan pangkalan militer Spanyol ketika Bartholomeo de Soisa mendarat pada 1651 dan mendirikan pelabuhan di daerah yang disebutnya ‘La Quimas.’ Penduduk setempat mengenal daerah ini dengan nama ‘Maadon’ atau juga ‘Kawuudan.’ Letak benteng Spanyol berada di muara sungai Kema, yang disebut oleh Belanda, "Spanyaards-gat," atau Liang Spanyol.

Kota Kema merupakan pemukiman orang Spanyol, dimulai dari kalangan "pendayung" yang menetap dan tidak ingin kembali ke negeri leluhur mereka. Mereka menikahi perempuan-perempuan penduduk setempat dan hidup turun-temurun. Kema kemudian juga dikenal para musafir Jerman, Belanda dan Inggris. Mereka ini pun berbaur dan berasimilasi dengan penduduk setempat, sehingga di Kema terbentuk masyarakat pluralistik dan memperkaya Minahasa dengan budaya majemuk dan hidup berdampingan harmonis. Itulah sebabnya hingga masyarakat Minahasa tidak canggung dan mudah bergaul menghadapi orang-orang Barat.

Sejak saat itu Manado mulai mendapat perhatian, "orang Gunung" adalah sebutan untuk penduduk asli Minahasa- terutama setelah dibangun sekolah-sekolah dan gereja oleh misionares Katholik Portugis dan Spanyol. Berlanjut dengan gereja-gereja Protestant dari Belanda dan Jerman. Manado kemudian berkembang dengan masyarakat turunan Spanyol, Portugis, Belanda dan Jerman. Juga dengan kedatangan turunan Jawa, Banjar, Flores, Timor, Maluku hingga terbentuk masyarakat hitrogin dengan bahasa Melayu pasar (dialek Manado) sebagai bahasa pengantar. Pada 1854, jumlah penduduk Manado berkisar 2529 orang. Diantaranya terdapat 291 turunan Eropa, 630 turunan Cina dan 1043 turunan Borgo (Indo-Eropa). Borgo sendiri adalah sebuah sebutan untuk orang Eropa yang darahnya sudah tidak murni lagi dari nenek moyang mereka, tetapi sudah terjadi percampuran genetis dengan warga atau penduduk lokal maluku.

2. Kehidupan Masyarakat Peranakan Eropa Di Minahasa

Semenjak kedatangan bangsa eropa ke bumi minahasa diawali spanyol dan portugis dan kemudian menyusul belanda terjadilah pernikahan silang antara pendatang dari eropa dengan penduduk lokal minahasa. Dari pernikahan tersebut lahirlah seorang anak dengan ciri-ciri fisik ke-eropa-eropaan yang hidup dalam sebuah masyarakat yang diseput dengan kaum Borgo. Kaum borgo sendiri termasuk kedalam sub-etnik Toumbulu. Tombulu mendiami wilayah tengah Minahasa, yaitu di wilayah Kota Tomohon dan Kecamatan Tombulu Kabupaten Minahasa.

Orang Minahasa dahulu kala mempunyai sistem kepercayaan tradisional yang bersifat monotheisme. Agama suku Minahasa adalah agama yang memuja adanya satu pencipta yang superior yang disebut Opo Wailan Wangko, Empung. Agama asli Minahasa oleh orang Eropa disebut Alifuru, yang memiliki ciri animisme, walaupun hal ini ditolak oleh sejumlah ahli. Orang Minahasa juga mengenal adanya kekuatan semacam dewa, yaitu orang-orang tua yang memiliki kekuatan spiritual maupun yang dihormati dan disegani (para dotu) yang telah meninggal. Mereka ini kemudian disebut sebagai Opo (suku Tontemboan menyebutnya Apo).

Sang Esa dikenal dengan nama Empung, atau Opo Wailan Wangko, Opo Menambo-nembo, Opo renga-rengan, yang bermukim di Kasendukan serta dilayani para Opo (dewa). Disamping dunia manusia di bumi, penduduk percaya ada dunia tengah (Kalahwakan) yang didiami para Dotu. Para Dotu ini menjadi medium manusia di bumi dengan Empung di dunia atas. Leluhur awal mempercayai jiwa manusia tidak mati, tapi pergi ke tempat tinggal leluhurnya.

Hal terbesar yang kemudian mendominasi kehidupan masyarakat borgo berdasar dari apa yang nenek moyang mereka dahulu bawa adalah agama Kristen. Agama kristen kini mempengaruhi hampir seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat bargo, dan menjadi corak kegiatan masyarakat tersebut, namun tidak menghilangkan begitu saja hal-hal yang sejak awal sudah ada di tanah minahasa, hal-hal tersebut tetap ”tetap” dipertahankan dalam kerangka agama Nasrani. Dahulu kala pada saat bangsa Eropa tiba di Minahasa, agama Kristen diterima dengan tangan terbuka. Pada mulanya agama Kristen Katolik disebarkan oleh misionaris bangsa Spanyol dan Portugis abad ke-16 dan 17 dan dilanjutkan abad ke-19. Pada saat Belanda masuk di Minahasa, pemeluk Katolik dialihkan menjadi Protestan. Penyebaran Protestan dilakukan oleh zendeling (pekabar injil Belanda) berkebangsaan Jerman dan Belanda. Kedudukan kolonial Belanda yang bertahan selama tiga abad di Minahasa menyebabkan orang Minahasa lebih banyak memeluk aliran Protestan.

Setelah agama Kristen diperkenalkan oleh para misionaris dan zendeling dari Eropa maka agama Kristen diterima oleh orang Minahasa sebagai agama suku-bangsa Minahasa. Aliran Kristen yang terbesar adalah Kristen Protestan, khususnya Presbiterian (atau Kalvinis), selain aliran protestan lainnya seperti Pantekosta, Advent, Baptis. Jumlah pemeluk Protestan berkisar 80-90 persen. Kristen Katolik juga menjadi aliran kristen yang dipeluk oleh orang Minahasa walau hanya berkisar 10 persen

3. Kesenian Hasil Akulturasi

Toumbulu sebagai salah satu sub etnis Suku Minahasa yang mendiami wilayah tengah Minahasa yang disebut juga sebagai orang Borgo, yaitu di wilayah Kota Tomohon dan Kecamatan Tombulu Kabupaten Minahasa, memiliki sebuah perangkat organisasi adat yang terus melestarikan dan mengembangkan budaya sub etnis Tombulu, organisasi trsebut adalah Pakasaan Tombulu. Organisasi masyarakat ini telah membangun suatu amfiteater dengan pemandangan indah ke gunung api Lokon yang masih aktif dan gunung Empung dimana suku Toumbulu dulu menganggap terdapat tempat dewa-dewa mereka. Di keliling amfiteater terdapat banyak mata air yang konon kabarnya bisa menyembuhkan atau membuat orang yang mandi di situ menjadi lebih pintar. Juga di kompleks organisasi pakasaan Toumbulu yang bernama Rano Walanda, terdapat banyak Waruga. Waruga adalah batu yang berlubang dimana masyarakat Minahasa dulu meletakkan mayat orang di dalam dan menutupinya dengan batu berukir besar. Lokasi amfiteater Rano Walanda terdapat di desa Woloan I di Kota Tomohon.

Salah satu hasil budaya pninggalan spanyol dan portugis yang masih bertahan hingga saat ini adalah tari Katrili. Tari Katrili sudah sangat akrab dengan masyarakat suku Minahasa. Meski sudah berusia ratusan tahun, tarian tradisional ini masih tetap dilestarikan, walau tak banyak yang tahu. Tarian yang biasa digelar pada acara-acara penting dan menggambarkan tentang pergaulan remaja dan muda-mudi suku Minahasa ini adalah warisan bangsa Portugis dan Spanyol, yang dikenalkan saat mereka menjajah minahasa abad 16 silam.

Tarian diawali dengan para penari memulai tarian dengan lincah serta wajah-wajah ceria. Para penari terlihat begitu dinamis dan tetap semangat, seiring irama bernuansa musik country yang mengiringi tarian ini. Lihat saja kostum yang dikenakan para penari ini. Gaun dan stelan jas penari wanita dan prianya terlihat jelas bercirikan budaya Eropa.

Meski tarian ini merupakan warisan penjajah, tarian yang selalu dipertunjukkan di setiap acara-acara seremonial pemerintah atau di pesta-pesta yang digelar warga ini, ternyata tetap dilestarikan dan dipelihara masyarakat suku Minahasa. Bahkan tarian ini telah menjadi salah satu tarian utama bagi suku Minahasa.

Selain kerap dipertunjukkan di acara pesta, tarian warisan Portugis dan Spanyol ini juga selalu dilombakan di sekolah-sekolah atau pun di berbagai festival kebudayaan. Karena usianya telah ratusan tahun, gerakan-gerakan tarian pun banyak dimodifikasi atau diubah sesuai keinginan para instrukturnya.

Sayangnya, irama musik pengiring tarian ini kini lebih banyak menggunakan rekaman kaset ataupun rekaman cakram. Padahal beberapa tahun lalu musik pengiring tarian ini masih menggunakan alat musik kolintang, yang juga merupakan salah satu alat musik tradisional asli budaya suku Minahasa.


Dari berbagai sumber